Jakarta - Operasi pemberantasan korupsi yang digelar oleh Kejaksaan Agung telah membuka kasus besar terkait dugaan korupsi dalam perdagangan komoditas timah. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sejumlah pejabat negara dan pihak swasta, termasuk mantan direksi PT Timah, perusahaan tambang timah terbesar di Indonesia. Kasus ini tidak hanya mengungkap praktik korupsi yang melibatkan perusahaan, tetapi juga menyoroti keterlibatan penyelenggara negara dalam praktik korupsi tersebut. Rabu (22/5/2024).
Dalam gelaran kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sebanyak 21 tersangka, termasuk mantan direksi PT Timah, seperti mantan Direktur Utama PT Timah M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), Direktur Keuangan Emil Emindra (EML), dan Direktur Operasional Alwin Albar (ALW).
Selain itu, beberapa pejabat pemerintah daerah, seperti mantan Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Suranto Wibowo dan Rusbani, serta Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung saat ini Amir Syahbana, juga terlibat dalam kasus ini.
Tersangka-tersangka tersebut diduga terlibat dalam praktik korupsi terkait perdagangan komoditas timah, yang merugikan negara hingga mencapai angka yang menggemparkan, yaitu sekitar Rp 271 triliun.
Angka tersebut hanya merupakan hasil penghitungan kerugian perekonomian dan belum termasuk kerugian keuangan negara yang sebenarnya.
Kebanyakan lahan tambang yang dieksploitasi dalam praktik korupsi ini merupakan area hutan yang seharusnya dilindungi, sehingga dampaknya tidak hanya terbatas pada kerugian finansial, tetapi juga merusak lingkungan.
Peran perusahaan swasta juga menjadi fokus dalam kasus ini. CV Venus Inti Perkasa (VIP) menjadi sorotan karena beberapa individu terkait dalam manajemen perusahaan tersebut, termasuk Tamron alias Aon, Achmad Albani, Kwang Yung alias Buyung, dan Hasan Tjhie alias ASN. Beberapa perusahaan lain, seperti PT Tinindo Inter Nusa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, dan PT Refined Bangka Tin, juga terlibat dalam praktik korupsi ini.
Kerugian negara sebesar Rp 271 triliun menjadi bukti nyata akan dampak buruk dari praktik korupsi ini. Kuntadi, Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung, menyatakan bahwa angka tersebut baru merupakan hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum termasuk kerugian keuangan negara yang sebenarnya.
Selain itu, para tersangka juga dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, tersangka obstruction of justice dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Langkah yang diambil Kejaksaan Agung tidak hanya terbatas pada penuntutan terhadap pelaku korupsi langsung. Beberapa stafsus, Direktur Utama PT Timah, Kacab Bank, hingga Komisaris Independen juga diperiksa dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi tersangka dalam kasus ini.
Hal ini menunjukkan tingkat keterlibatan dan kompleksitas kasus korupsi ini yang melibatkan berbagai pihak.
Kasus korupsi dalam perdagangan komoditas timah ini menegaskan perlunya penegakan hukum yang tegas dan adil. Penuntutan terhadap para pelaku korupsi, baik dari kalangan pejabat negara maupun swasta, harus dilakukan secara menyeluruh dan tanpa pandang bulu.
Selain itu, kesadaran akan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam menjalankan tugas publik dan bisnis harus ditingkatkan. Hanya dengan upaya bersama untuk memberantas korupsi, kita dapat memastikan keadilan dan keberlanjutan dalam pembangunan negara. (KBO Babel)
Social Footer