Jakarta, KBO-Babel.com – Mahkamah
Konstitusi (MK) kembali menegaskan peran negara dalam menjamin hak pendidikan bagi seluruh warga negara. Dalam putusan penting yang dibacakan Selasa (27/5/2025), MK memutuskan bahwa pendidikan dasar—yang meliputi jenjang SD, SMP, dan madrasah atau sederajat—harus diselenggarakan tanpa memungut biaya, baik oleh sekolah negeri maupun swasta. Rabu (28/5/2025).
Putusan ini merupakan respons atas gugatan terhadap frasa dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang selama ini dianggap menimbulkan multitafsir dan ketidakadilan dalam implementasi kebijakan wajib belajar.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 di ruang sidang MK, Jakarta.
Mahkamah menilai, frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” selama ini hanya diimplementasikan pada sekolah negeri, sementara sekolah swasta tidak tersentuh kewajiban pembiayaan dari negara. Hal ini, menurut MK, telah menciptakan diskriminasi dan mengabaikan fakta lapangan.
Akses Pendidikan Terkendala Ekonomi
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menekankan bahwa tidak sedikit peserta didik yang terpaksa mengenyam pendidikan dasar di sekolah swasta akibat keterbatasan daya tampung di sekolah negeri. Dalam banyak kasus, pilihan ini bukan karena kemampuan ekonomi, melainkan keterpaksaan.
“Dalam kondisi demikian, negara tetap memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan tidak ada peserta didik yang terhambat memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi,” tegas Enny.
Menurut Enny, Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 memberikan mandat kepada negara untuk membiayai pendidikan dasar, tanpa membedakan penyelenggara pendidikan, apakah pemerintah (negeri) atau masyarakat (swasta). Artinya, selama pendidikan yang dimaksud berada dalam kerangka pendidikan dasar, maka kewajiban negara berlaku secara menyeluruh.
Negara Harus Hadir Melalui Subsidi dan Bantuan
Mahkamah menyatakan bahwa negara harus mengalokasikan anggaran pendidikan secara inklusif dan adil. Dalam praktiknya, ini berarti penyelenggara pendidikan swasta harus mendapatkan subsidi atau bantuan pendidikan, terutama yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Namun demikian, MK juga memberikan catatan penting. Tidak semua sekolah swasta berada dalam posisi yang sama. Banyak sekolah swasta justru menambahkan kurikulum khusus atau menawarkan keunggulan tertentu yang memang dirancang untuk menarik peserta didik dari kalangan ekonomi menengah ke atas.
“Dalam konteks itu, peserta didik secara sadar memahami konsekuensi biaya yang lebih tinggi ketika memutuskan bersekolah di sekolah swasta tersebut,” tambah Enny.
Untuk itu, bantuan pendidikan harus difokuskan pada sekolah swasta yang memenuhi persyaratan, misalnya memiliki badan hukum pendidikan, menerapkan kurikulum nasional, dan memiliki basis pelayanan terhadap masyarakat ekonomi lemah.
Dengan begitu, alokasi anggaran bisa tepat sasaran dan tidak menimbulkan ketimpangan baru.
Dorongan Menuju Keadilan Pendidikan
Putusan MK ini disambut baik oleh berbagai kalangan, termasuk para pemerhati pendidikan dan organisasi masyarakat sipil yang sejak lama mengadvokasi kesetaraan akses pendidikan. Ini menjadi momen penting untuk membangun sistem pendidikan yang adil dan inklusif.
Melalui putusan ini, MK menegaskan bahwa negara tidak boleh lepas tangan terhadap penyelenggaraan pendidikan dasar, apa pun bentuk institusinya. Prinsip “Pendidikan untuk Semua” benar-benar diuji dalam implementasi ke depan.
Dengan demikian, pemerintah pusat maupun daerah harus segera menyusun regulasi turunan dan mekanisme anggaran yang akuntabel, agar pendidikan dasar benar-benar dapat diakses gratis oleh semua warga negara, tanpa diskriminasi. (KBO Babel)
Social Footer