Breaking News

Kasus dr. Ratna Kian Panas, Ormas dan Pers Babel Lapor Kapolda: 7 Dokter Diduga “Terlupakan”


Pangkalpinang – Polemik hukum yang menjerat dr. Ratna Setia Asih, Sp.A., dokter spesialis anak di RSUD Depati Hamzah, kembali bergulir panas. Belasan orang dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan insan pers di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Babel, Jumat (5/9/2025). 


Mereka membawa laporan resmi kepada Kapolda Babel, menuding adanya dugaan kriminalisasi dalam penetapan dr. Ratna sebagai tersangka tunggal dalam kasus kematian pasien anak bernama Aldo.


Gerakan ini dikomandoi oleh tiga figur ormas lokal: Kurniadi Ramadani, Ketua Aliansi Masyarakat Cinta Bangka Belitung (AMC Babel); Indra Jaya, Ketua DPD Persatuan Wartawan Online Independen Nusantara (PWOIN) Kota Pangkalpinang; dan Slamet Riyadi, Ketua Dewan Koordinasi Daerah Transformasi Indonesia. Ketiganya menegaskan, langkah ini bukan sekadar aksi solidaritas, melainkan upaya menegakkan azas persamaan di depan hukum.


*Tebang Pilih Penegakan Hukum?*

Para pelapor mengungkapkan, dr. Ratna telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Ketetapan Nomor S.Tap/35/VI/RES.5/2025 Polda Babel. Namun, yang menjadi tanda tanya besar, tujuh dokter lain yang juga terlibat dalam rangkaian perawatan pasien Aldo justru tidak tersentuh hukum. 


Padahal, menurut mereka, dugaan kelalaian medis bukan hanya melekat pada satu orang.


“Kalau berbicara soal kelalaian, tidak mungkin hanya satu dokter yang bertanggung jawab. Pasien dirawat oleh banyak tenaga medis, ada dokter umum, ada spesialis, bahkan ada direktur rumah sakit. Mengapa hanya satu orang yang ditetapkan tersangka? Ini bentuk diskriminasi hukum,” ujar Kurniadi tegas di depan awak media.


Indra Jaya menambahkan, kasus ini berpotensi mencoreng wibawa institusi kepolisian jika tidak ditangani transparan. 


“Masyarakat bisa menilai ada kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan. Kami datang bukan untuk melawan polisi, tapi untuk memastikan penegakan hukum benar-benar adil,” katanya.


Sementara Slamet Riyadi menyoroti aspek keadilan bagi keluarga korban. Menurutnya, jika memang benar terjadi kelalaian medis yang mengakibatkan kematian, maka seluruh pihak yang terlibat harus diproses sampai pengadilan. 


“Jangan ada yang dikorbankan sebagai ‘kambing hitam’. Keluarga berhak atas kejelasan, bukan hanya penetapan tersangka sepihak,” ujarnya.


*Merujuk UU Kesehatan Baru*

Pengaduan yang dibawa ormas dan pers Babel ini merujuk langsung pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasal 424 ayat (1) menegaskan bahwa penyidik kepolisian berwenang penuh melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).


Lebih jauh, laporan mereka mendalilkan adanya dugaan tindak pidana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 440 ayat (1) dan ayat (2) UU Kesehatan. 


Pasal tersebut mengatur sanksi terhadap tenaga medis atau tenaga kesehatan yang dengan kelalaiannya atau kesengajaannya menyebabkan kematian pasien.


Dengan dasar hukum ini, para pelapor menilai seharusnya penyidik tidak berhenti pada dr. Ratna. Setidaknya ada tujuh dokter lain yang disebut, antara lain dr. Novi (dua orang berbeda, masing-masing praktik di Klinik Mitra Sehat dan Apotik Bukit Intan), dr. Kuncoro Bayu Aji (spesialis jantung RSBT Pangkalpinang), dr. Muhammad Basri, dr. Aditya Fresno Dwi Wardhana, dr. Indria Savitri (dokter umum RSUD Depati Hamzah), serta dr. Della Rianadita (Direktur RSUD Depati Hamzah).


*Dugaan Kelalaian Sistemik*

Dalam laporan yang disampaikan, para pelapor menuding adanya kelalaian sistemik. Sejumlah poin dugaan kelalaian dipaparkan secara detail, antara lain:

1. Tidak adanya surat rujukan tertulis dari dokter jaga RSUD Depati Hamzah (dr. Muhammad Basri, dr. Aditya Fresno, dan dr. Indria Savitri) kepada dokter spesialis anak maupun dokter spesialis jantung. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa tindakan perawatan dilakukan tanpa prosedur legal medis.


2. Dugaan tidak adanya surat rujukan bertingkat dari dua dokter Novi di fasilitas kesehatan tingkat pertama sebelum pasien dirujuk ke RSUD Depati Hamzah.


3. Dugaan kelalaian Direktur RSUD Depati Hamzah, dr. Della Rianadita, baik dalam kapasitas jabatan maupun tanggung jawab personal. Ia dituding membiarkan kondisi kritis pasien tanpa memastikan kehadiran dokter spesialis jantung yang juga suaminya.


4. Kematian pasien yang oleh keluarga disebut sebagai “tidak wajar”, bahkan diduga sebagai bentuk tindak pidana pembunuhan akibat kelalaian medis.


“Semua fakta ini sudah terang benderang di media, baik cetak, online, maupun televisi. Artinya, publik tahu ada banyak dokter terlibat. Tapi kenapa hanya satu orang yang dikorbankan?” ujar Indra Jaya lagi.


*Bukti dan Saksi*

Untuk memperkuat laporan, para pelapor melampirkan beragam bukti: print out unggahan TikTok terkait kasus ini, dokumentasi pemberitaan media, surat somasi, serta surat kuasa hukum dari konsultan advokat. 


Mereka juga mengajukan saksi-saksi, antara lain mantan Kadinkes Kota Pangkalpinang dr. Masagus M Hakim, Kadinkes Provinsi Babel dr. H. Andri Nurito, Ketua IDI Pangkalpinang dr. Eva Lestari, serta dua pihak eksternal, yakni pimpinan media KBO Babel Rikky Permana dan aktivis Wahyu Seto Aji.


Langkah ini menunjukkan keseriusan ormas dan pers Babel dalam mengawal kasus yang sudah menjadi perhatian publik luas.


*Bola Panas di Polda Babel*

Kini, beban ada di pundak Polda Babel. Apakah laporan ini akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan ulang dan kemungkinan penetapan tersangka baru, atau tetap hanya fokus pada dr. Ratna? Publik menanti jawaban.


Jika penyidik membuka ruang pemeriksaan terhadap tujuh dokter lain, hal ini bisa menjadi titik balik bagi rasa keadilan keluarga korban. Namun jika tidak, potensi ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum semakin besar.


Kasus ini menjadi ujian nyata bagi Polda Babel dalam menunjukkan transparansi, profesionalitas, dan keberanian menegakkan hukum tanpa pandang bulu. 


Sebab, masalah ini tidak hanya menyangkut nasib seorang dokter, tetapi juga kredibilitas sistem hukum dan dunia medis di Bangka Belitung. (KBO Babel)

Iklan Disini

Type and hit Enter to search

Close
close